Pemberhentian Tugas Pelayanan Penatua

 PENATUA

(Tinjauan Dogmatis Terhadap Pandangan Jemaat GKPI Jemaat Khusus Kisaran Kota tentang Pemberhentian Tugas Pelayanan Penatua diperhadapkan dengan Peraturan dan Tata Penggembalaan GKPI)


I. Latar Belakang Masalah

Penatua adalah sebuah jabatan gerejawi yang ada di sebuah gereja. Jabatan penatua pasti selalu ada di setiap gereja termasuk di gereja GKPI Jemaat Khusus Kisaran Kota menurut data dari gereja tersebut memiliki 28 penatua dan 4 calon penatua. Setiap penatua yang dipilih memiliki tugas dan tanggung jawab bukan hanya kepada jemaat tetapi haruslah untuk kemuliaan Tuhan. Menurut Tata Penggambalan GKPI ketika penatua menerima tahbisan menjadi seorang penatua di gereja GKPI, calon penatua tersebut berjanji bukan hanya di depan jemaat melainkan juga di hadapan Tuhan dan melaksanakan tugas pelayanannya di dalam gereja dan di luar gereja

Menurut Pdt. B. Hutasoit. STh selaku pimpinan jemaat GKPI JK Kisaran Kota, penatua adalah seorang teladan yang bukan hanya menjadi teladan ketika di dalam gereja tetapi juga di dalam aktivitas dan kegiatan sehari-hari.  Dan ketika penatua tersebut bisa sampai diberihentikan tugas pelayannya berarti ada salah satu faktor atau permasalahannya sehinga ia tidak bisa lagi menjadi teladan baik di dalam dan digereja seperti yang sedang di alami gereja GKPI JK Kisaran ini.

Atas dasar dari Latar Belakang Masalah tersebut, penulis tertarik mengangkat seminar agar bisa menjawab permasalahan dengan Judul Penatua dengan Sub Judul Tinjauan Dogmatis Terhadap Pandangan Jemaat GKPI Jemaat Khusus Kisaran Kota tentang Pemberhentian Tugas Pelayanan Penatua diperhadapkan dengan Peraturan dan Tata Penggembalaan GKPI, serta penulis juga melakuakan penelitian langsung dan melakukan wawancara kepada 5 orang narasumber yang terdiri dari 2 orang mewakili penatua 2 orang mewakili jemaat dan 1 orang dari Pendeta selaku pimpinan jemaat.

1.1. Temuan Penelitian

Pertanyaan Wawancara

1. Apa saja yang anda ketahui tentang penatua?

2. Bagaimana menurut anda seharusnya sikap penatua di dalam pelayanan?

3. Apakah anda mengetahui latar belakang tentang pemberhentian tugas pelayanan kepada salah satu penatua di gereja GKPI JK Kisaran ini?

4. Bagaimana tindakan gereja selanjutnya untuk penatua tersebut?

5. Bagaimana pandangan anda secara pribadi terhadap pemberhentian tugas pelayanan penatua tersebut?

Hasil Wawancara

1. Usia 46 Tahun

Penatua itu adalah seorang yang mendapatkan tohonan (jabatan) dari Tuhan yang diwakilkan oleh hambanya pendeta. Tetapi ada salah satu penatua yang ada di gereja kita tidak melaksanakan tohonan dan tidak aktif di dalam pelayanan di gereja kita, dan kita juga sudah melaksankan kunjungan kasih dari pendeta dan BPH (Badan Pengurus Harian) sampai beberapa kali tapi tetap penatua tersebut tidak aktif. Jadi diambilah hasil keputusan bersama di dalam rapat sermon karena beliau tidak mau lagi melayani, akhirnya hasil keputusan rapat sermon, penatua tersebut dinonaktifkan sampai dalam waktu yang tidak ditentukan. Jadi yang saya ketahui yang menjadi permasalahan penatua tersebut mungkin keluarga mereka kurang harmonis sementara seorang penatuakan harus menjadi seorang panutan, tetapi dalam keluarga sendiri pun ia merasa tidak bisa menjadi panutan. Untuk tindakan gereja selanjutnya itu belum ada, mungkin dikarenakan dari pihak penatua tersebut juga belum ada juga perubahan. Tapi jika penatua itu sudah ada niat untuk kembali lagi untuk melayani dan datang ke gereja untuk meminta izin kembali untuk melayani pasti kami akan sermonkan kembali dan pasti gereja tidak akan pernah menolak untuk aktif kembali lagi melayani.

Jadi untuk pandangan saya pribadi amang (bapak/Panggilan hormat di dalam gereja) menurut kantor sinode memang didalam peraturan dan aturan anggaran GKPI tidak ada penonaktifan atau pemberhentian penatua. Tapi sebenarnya di dalam peraturan ini juga harus ada tindakan tegas, jadi misalnya penatua itu sudah dapat tohonan dan dibimbing tapi mungkin dalam sejalannya waktu ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan dan melakukan tindakan memalukan gereja, itu memang harus ada ketegasan dari gereja, ngapain dipekerjakan seorang pelayan yang seharusnya jadi panutan, tapi diluaran sana tidak menjadi panutan. Jadi memang harus ada tindakan kerja dari gereja yang bisa saja di berhentikan. 

2. 57 Tahun

Penatua itu tidak bisa sembarangan dalam melakukan tindakan, karena setiap gerak-gerik kita sebagai penatua selalu diperhatikan oleh jemaat, jangan jemaat, bahkan Tuhan pun selalu memperhatikan gerak-gerak kita. Dan yang diberhentikan kan tugas pelayanannya, kalau tohonannya itu gk bisa di cabut lagi atau diberhentikan lagi, karena itu kan datangnya dari Tuhan. Seiring dengan perkembangan jaman, misalnya beliau pun sudah meminta maaf dan juga sudah menjalani penggembalaan dan sudah di terima lagi sebagai jemaat, tetapi sesuai dengan rapat majelis dan rapat sermon penatua pelayanan beliau di stop dan diberhentikan supaya jangan menjadi bahan omongan dengan jemaat. Karena kalau dengan kesalahan yang tidak seperti itu fatalnya, mungkin masih bisa dimaafkan, tapi kesalahan yang dilakukan penatua tersebutkan adalah zinah, kalau mungkin misalnya hanya mencuri, itu hanya diberikan peringatan dan tidak diberhentikan tugas pelayanannya. Jadi kalau perbuatan zinah kan sangat tabuh kesalahannya semua orang tidak suka melihat kesalahan itu. 

Saya juga mengetahui dan si penatua tersebut juga sudah mengakui kesalahan tersebut, tindakan gereja selanjutnya itu belum ada, karena pada saat pemberhentian pertama kemarena tidak terbatas waktunya. Pandangan saya terhadap pemberhentian tugas pelayanan penatua tersebut adalah manusiakan tidak luput dari kesalahan, siapapun manusia memiliki kesalahannya masing-masing Cuma dari kesalahan penatua ini di mata umum yang begitu sangat fatal tapi nanti suatu saat itu perlu dibicarakan dan diperhadapkan dengan penatua dan majelis tentang bagaimana kelanjutannya kalau misalnya dia masih berkenan untuk melayani, apa salahnya jika diampuni. Karena tidak ada manusia yang murni tidak pernah melakukan kesalahan bahkan pendeta pun pasti ada kesalahannya. 

3.

Penatua itu adalah orang yang dituakan dan kalau dari segi pandangan manusia biasa, bahwa penatua itu harus menjadi panutan yang bisa menguasai diri dan pengajarannya harus sesuai dengan perilakunya. Penatua itu harus selektif, penatua itu harus dinamis dan penatua itu benar-benar harus bisa jadi motivator secara positif terhadap jemaat dan orang-orang disekelilingnya apalagi didalam wilayah pelayanan gereja. Kalau kita tinjau dari segi Alkitabnya  berdasarkan 1 Timotius 3: 2 harus yang tidak bercacat, suami dari satu istri, berarti harus menjadi satu pemimpin dari satu wanita, artinya dalam segala hal harus bisa menahan segala nafsu, baik itu nafsu birahi, nafsu berbicara dan harus menguasai dirinya. Yang pasti penatua itu harus menjadi teladan dan motivator ditengah tengah masyarakat dan jemaat. Saya sangat mengetahui mengenai pemberhentian penatua tersebut, karena behubungan dengan adik saya selaku korban dan penatua tersebut.

Untuk tindakan gereja selanjutanya mengenai pemberhentian tersebut, sebenarnya ia tidak langsung diberhentikan, pertama dia dikenakan terlebih dahulu penggembalaan. Dan sebelum tiba hari terakhir penggembalaan tersebut, ada maunya niat baik dari penatua tersebut datang ke hadapan penatua dan majelis jemaat melalui rapat sermon dan meminta maaf atas tindakan tersebut karena sudah mencoreng nama baik dari penatua. Akhirnya penatua sepakat dalam rapat, tidak usah lagi lah dia sertakan dalam tugas penatua karena mau dipaksakan pun hal itu akan menjadi cacat di mata jemaat dan kemudia dalam segala kepengurusan kemajelisan jemaat pun ia tidak lagi di bebankan tanggung jawab. Tapi dalam sebagai jemaat masih diterima hak dan kewajibannya sebagai ruas (Jemaat). Benar memang dosa itu macam-macam tetapi tetap hukumannya sama. Seandainya dia melakukan dosa mencuri atau membunuh orang mungkin bisa ampuni amang, karena mungkin jika dosa mencuri mungkin dikarenakan tuntutan dari perut yang sejengkal ini tapi jika megenai perzinahan tidak ada lagi alasan untuk melakukaknnya apalagi ia masih mempunyai istrinya dan tidak bisa mengendalikan dirinya. Apalagi dia selain seorang penatua ia juga sebagai pendidik yang harus dipelihara. Jadi jika dia diberhentikan itu sudah menjadi keputusan yang bagus dari pada nanti dia terima kembali menjadi sintua tetap nanti jadi dia dihukum dari pikirannya sendiri dan dihukum oleh pikiran-pikiran orang dan jemaat disini setiap waktu.

4. 50 Tahun

Secara Alkitabiah disebutkan di 1 Timotius 3 :2 bahwa penatua itu harus  banyak pengajaran-pengajaran yang tuliskan di Alkitab tersebut. Tapi apakah dia diberhentikan atau ada sanksi-sanksi yang lain seperti penggembalaan. Artinya jika penatua tersebut sudah banyak yang mengetahui bahwa dia sudah punya cewek simpanan, kalau dia masih di pakai lagi dalam pelayanan, otomatis penatua tersebut akan menjadi batu sandungan dan saya setuju jika penatua tersebut diberhentikan dan yang menjadi bahan pertimbangan untuk saya ialah, sampai kapan? Apakah diberhentikan total? Apakah sudah cukup jika hanya diadakan hukum siasat gereja dan menjadi jemaat penggembalaan? Dan jika nanti sudah selesai masa penggembalaannya, dan kembali pihak gereja memanggil dia untuk melayani, apakah dia tidak menjadi batu sandungan bagi jemaat? Tindakan gereja juga setelah kejadian itu sepertinya berlum ada dan jika ada tindakan gereja untuk mengajak kembali penatua tersebut seharusnya itu harus diperbincangkan juga melalui rapat majelis dan bahkan harus ada juga jemaat- jemaat sektornya. Karena memang sebelum dia jadi penatua, yang memilih dia jadi penatua adalah jemaat sektornya. Apakah jemaat terkhusus jemaat sektornya bisa menerima dia menjadi penatua kembali. 

5. Pdt. B. Hutasoit. S.Th

Penatua itu adalah seorang teladan, yang sudah dipilih Tuhan melalui jemaatnya untuk menjadi motivator, pemimpin, dan orang yang dituakan di tengah jemaat-jemaat Tuhan di gereja ini. Jadi sikap penatua ini juga sebenarnya memang harus bisa dilakukan seperti pengertiannya tadi, harus bisa menjadi teladan di tengah-tengah jemaat dan masyarakat. Jadi soal latarbelakang mengenai pemberhentian penatua ini sebenarnya dia sudah melaksanakan penggembalaan jemaat karena sudah melanggar aturan mengenai perkawinan atau perzinahan dan sudah selesai penggambalaannya. Tapi kenapa tidak dilanjutkann tugas pelayanannya? Tidak segampang itu dek, karena masih banyak fakor yang harus dipikirkan yang memperberatnya salah satu nya adalah jemaat sektornya. Artinya tidak ada yang memberhentikan tugas penatua tersebut sampai selama-lamanya, tapi pemberhentian tugas pelayanan penatua ini dengan waktu temporer atau sampai tidak tau kapan dia bisa diterima kembali. Jadi untuk tindakan gereja setelah kejadian tersebut memang sampai saat ini belum ada karena memang rasa trauma dari jemaat masih ada. Kita harus berangkat dari 1 Timotius 3:2 gak mungkin secepat itu dia bisa bekerja sebagai penyampai Firman, sementara trauma jemaat masih ada. Ayo kita lihat di PRT GKPI tentang seorang penatua di BAB XIV pasal 92 mengenai pengusulan dan persyaratan menjadi penatua di ayat 2 butir C yang memperlihatkan keteladanan di tengah keluarga, jemaat dan masyarakat baik dalam ajaran maupun perilaku dengan memedomani 1 Timotius 3: 1-10 dan Titus 1: 5-9 dan jika dilanggar di PRT ini, yang melakukan tindakan sanksi adalah dari Tata Penggembalaan GKPI BAB IV mengenai Penggembalaan Khusus kepada Pelayan/Pejabat Gerejawi butir 1.3.2. yaitu selama masalah belum diselesaikan, pelaksaan tugas ybs. Untuk sementara ditangguhkan. Artinya tugas penatua ini diberhentikan sampai masalah nya memang benar-benar selesai. Nah, mengapa penatua itu belum ada tindakan lanjut dari gereja, karena masih ada masalah masalah sosial yang belum selesai. Dan ketika proses pemulihan sosial ini, tugas pelayananya tetap di berihentikan karena memang sanksi sosial kita tidak tau sampai kapan waktunya. Yang jelas sampai rasa trauma dari jemaat sudah hilang dan jemaat sudah bisa kembali menerima penatua tersebut. Karena gereja itu bukan tempat orang benar, tapi gereja itu tempat memulihkan dan menyembuhkan orang yang bersalah. 

1.2. Penjelasan Teori

1.2.1. Pengertian Penatua

Konsep atau defenisi penatua dalam PL mengarah kepada yang lebih tua atau sudah tua baik pria maupun wanita.  Karena dalam PL istilah penatua disebutkan dalam bahasa Ibraninya “Zagen” dapat diterjemahkan “berumur, manusia purba, tua-tua. Tertua, orang tua, pria dan wanita” (Kej.10:21 25:3; Ul 5:23; 1 Sam 4:3; 1 Taw 11:3).

Konsep atau defenisi dalam PB disebutkan dua kata yaitu “Penatua” dan “Penilik”. Hal ini dapat dilihat dengan memeriksa kata-kata Yunani yang dipergunakan untuk menggambarkan para pemimpin gereja. Kata yang pertama “presbyteros”, artinya orang tua, yang sulung, ketua-ketua. 

Didalam PRT GKPI pasal 91 ayat 1 dikatakan Penatua adalah jabatan yang diberikan GKPI kepada warga jemaat yang bersedia mempersembahkan diri atas panggilan Tuhan sebagai pelayan GKPI. Pada ayat 2 dituliskan juga tugas penatua ialah pertama, sebagaimana dikemukakan dalam Tata Ibadah Penahbisan Penatua; Kedua, Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diatur dalam Tata Gereja, Peraturan Rumah Tangga, Keputusan Sinode Am dan peraturan-peraturan GKPI dan yang ketiga di dalam melaksanakan tugas penatua berkonsultasi dengan Pemimpin Jemaat dan atau Guru Jemaat Salah satu persyaratan untuk menjadi Penatua diatur di dalam PRT pasal 92 ayat 2 C yaitu: Memperlihatkan keteladanan di tengah keluarga, Jemaat dan Masyarakat baik dalam ajaran maupun perilaku dengan memedomani 1Timotius 2: 1-10 dan Titus 1: 5-9 

1.2.2. Pengembalaan Khusus kepada Pelayan/Pejabat Gerejawi di GKPI

Penggembalaan khusus kepada pelayan/pejabat gerejawi dilaksanakan bila yang bersangkutan melakukan kesalahan atau pelangaran, yaitu menganut dan mengajrakan ajaran yang bertentangan dengan Firman Allah dan Pokok-pokk Pemahaman Iman (P3I) GKPI, atau menyalahgunakan dan/atau mengingkari jabatannya, dan menimbulkan keresahan, kekacauan atau perpecahan di dalam jemaat, atau melakukannya bertentangan dengan Firman Allah, sehingga menjadi batu sandungan kepada masyarakat, dengan tujuan agar ia menyesal, bertobat, dan memohon pengampunan pada Allah.  

Penggembalaan khusus Penatua ditetapkan pada BAB IV ayat 1 butir 1.3.2 & 1.3.3. yaitu:

1.3.2. Penggembalaan Khusus kepada penatua dilakukan Tim/ Komisi Penggembalaan Penatua. Penggembalaan dilakukakn dalam bentuk percakapan. Bila mana yang bersangutan mengakui kesalahan dan menyatakan penyesalan, maka masalahnya selesai sampai di situ, namun bila yang bersanguktan tidak mengakui kesalahannya, tetapi ada bukti yang jelas, maka masalahnya disampaikan kepada Majelis atau pendeta ybs. Selama masalah belum dselesaikan, pelaksanaan tugas penatua ybs, untuk sementara ditangguhkan.

1.3.3. Pemulihan dan penerimaan kembali: Setelah penggembalaan khusus dijalankan dan masalah diselesaikan dan pelayan ybs menunjjukan pertobatan, maka statusnya dipulihkan dan ia diterima kembali sebaia pelayan GKPI 

II. Pembahasan

2.1. Tinjauan Dogmatis Terhadap Pandangan Jemaat GKPI Jemaat Khusus Kisaran Kota tentang Pemberhentian Tugas Pelayanan Penatua diperhadapkan dengan Peraturan dan Tata Penggembalaan GKPI

Penatua sebagai jabatan Gerejawi pada hakikatnya adalah fungsi pelayanan sebagaimana Kristus adalah pelayan. Setiap jabatan Gerejawi secara hakikih dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, Raja Gereja yang mepercayakan jabatan itu. Jabatan Gerejawi diadakan bukan supaya pejabat Gereja dilayani malainkan untuk melayani.   Hampir semua Gereja kita di Indonesia mengenal penatua dan jabatan penatua. Banak anggota Jemaat tidak dapat membayangkan, bahwa ada gereja yang tidak mempunya penatua. Di samping pendeta, penatua mereka anggap sebagai jabatan gerejawi yang paling pentng dan paling terhormat. 

Dalam Perjanjian Baru diberikan tak ada batas waktu jabatan bagi penatua. Jelas bahwa mereka harus tetap tinggal sebagai penatua selama mereka mau dan selama mereka tetap memenuhi syarat-syaratnya. Paulus memberikan Timotius dan Titus petunjuk-petunjuk yang khusus dan terinci mengenai syarat-syarat bagi penatua yaitu di 1 Timotius 3: 1-7 dan Titus 1: 5-9. Didalam ayat ini tidak berkata apa-apa tentang kecakapan seorang untuk berkhotbah dengan kefasihan yang kuat kepada kelompok-kelompok besar, mengorganisasi dan mengatur suatu organisasi gereja yang efesien, meningkattkan dengan sukses berbagai program gereja, atau mengumpulkan dana. Juga di sini tidak disebutkan apa pun tentang pendidikan formalnya. 

Dalam Matius 18:15-17, Tuhan Yesus memberikan instruksi tentang apa yang seharusnya dilakukan jika ada seorang anggota jemaat yang berbuat dosa. Langkah awal adalah menegurnya di bawah empat mata. Apabila tidak mau bertobat, menegurnya di depan satu atau dua orang saksi. Jika di tetap tidak mau bertobat, mengumumkan masalah itu kepada jemaat. Jika dia tidak mau mendengarkan jemaat, dia harus dikenakan siasat gerejawi. Instruksi yang diberikan oleh Yesus ini penting, karena dosa yang dibiarkan akan membawa dampak negatif terhadap gereja, yaitu dosa tidak dianggap sebagai masalah serius. Perhatikan bahwa Yesus jelas memanggil kita untuk menegur orang lain karena dosa, bahkan menegur mereka secara terbuka jika diperlukan (Mat. 18:15). 

Menurut Matius 5: 38-39, kata-kata Yesus dimaksudkan bahwa orang-orang Kristen tidak boleh menerima ide hukuman sebagai balasan. Namun, mereka mungkin menerima baik bahwa hukuman itu perlu untuk menyeimbangkan kerugian yang disebabkan oleh kejahatan yang dilakukannya

2.2. Analisa Penyeminar

Menurut Analisa penyeminar, rata-rata jemaat GKPI JK Kisaran Kota belum memahami mengenai pemberhentian tugas pelayan penatua. Jemaat beranggapan jika penatua diberhentikan secara total dalam tugas pelayannnya. Padahal jika diperhadapkan dengan Tata Penggembalaan GKPI pada BAB IV ayat 1 butir 1.3.2 jika penatua melakukan kesalahan dan harus dikenakan penggembalaan khusus maka tugas pelayanannya diberhenti sementara/ditangguhkan sampai batas tempo waktu yang tidak bisa ditentukan. Artinya selama masalah belum dapat diselesaikan, pelaksanaan tugas penatua yang bersangkutan untuk sementara msih ditangguhkan.

Gereja juga tidak pernah menutup pintu bagi orang yang datang dan mengakui kesalahannya. Karena penulis berpendapat bahwa gereja bukan hanya menjadi tempat orang yang percaya. Tetapi juga tempat orang yang berdosa dan mau kembali ke terang.

Penulis juga menganalisa, bahwa jika penatua sudah melaksanakan penggembalaan jemaat dan penggembalaan khusus untuk penatua. Gereja juga masih memikirkan yang namanya sanksi sosial, dimana hilangnya kepercayaan jemaat kepada penatua yang bersangkutan yang memiliki kesalahan dan membuat jemaat trauma akan penatua tersebut. Sehingga gereja memerlukan waktu kembali sampai kepada selesainya setiap permasalahan yang sempat ditumbulkan penatua tersebut, munculnya kembali kepercayaan dan hilangnya rasa trauma terhadap penatua yang bersangkutan tersebut. Itulah yang menjadi alasan gereja berdasarkan Tata Penggembalaan GKPI memberhentikan penatua bukan secara total tetapi sampai pada batas tempo yang tidak bisa ditentukan.

III. Kesimpulan

1. Penatua adalah orang yang dituakan dan diberi jabatan tahbisan oleh gereja kepada warga jemaat yang bersedia mempersembahkan diri atas panggilan Tuhan sebagai pelayan Tuhan

2. Pandangan jemaat GKPI JK Kisaran Kota adalah penatua yang melakukan kesalahan yang fatal atau secara sosial adalah kesalahan yang besar seharusnya diberhentikan secara total, karena akan membuat malu nama gereja dan nama penatua yang lain 

3. Gereja GKPI melalui Tata Penggembalaan GKPI tidak pernah memberhentikan tugas pelayanan penatua secara total tetapi tugas pelayanannya ditangguhkan sampai permasalah-permasalah sudah diselesaikan.

4. Permasalahan yang dimaksud bukan hanya antara kedua belah pihak dari penatua, melainkan juga hilangnya rasa kepercayaan dari jemaat dan munculnya rasa trauma jemaat.

IV. Daftar Pustaka

a. Sumber Buku

…, Almanak GKPI 2020, Pematangsiantar: KOLPORTASE SINODE GKPI, 2020

…, Pokok- Pokok Pemahaman Iman Gereja Kristen Protestestan Indonesia Pematangsiantar: KOLPORTASE SINODE GKPI, 1993

Gerhard Kittle, Theological of the New Testament, Michigan: W. M. B. Eeardmand Publishing Coy. Grand Rapid, 1971

J.L.Ch. Abineno, Penatua, Jabatannya dan Pekerjaannya, Jakarta: Gunung Mulia, 2007

John MacArthur, Matthew 16-23: The MacArthur New Testament Cemmentary, Chicago: Moody, 1988

Keputusan Sinode Am Kerja XIX GKPI 2013, Tata Penggembalaan dan Petunjuk Pelaksanaannya, Pematangsiantar: KOLPORTASE SINODE GKPI, 2017

Kevin J. Conner, Jemaat dalam Perjanjian Baru, Malang: Gandung Mas, 2004

Ronald W. Leigh, Melayani dengan Efektif, Jakarta: Gunung Mulia, 2007

b. Sumber Lain

Hasil wawancara dengan pimpinan jemaat Pdt. B. Hutasoit. STh pada 12-11-2020 pukul 20.00 WIB

Hasil wawancara dengan jemaat A. Sitinjak pada 12-11-2020 pukul 19.00 WIB

Hasil Wawancara dengan Pnt. R. br. Sitorus pada 12-11-2020 pukul 18.48 WIB

Hasil wawancara dengan Pnt. L. Tobing pada 12-11-2020 pukul 18.15 WIB


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsiran (Kejadian 6 : 4-8) Metode Historis Kristis

Contoh Undangan Gereja

Kateketik