Kateketik

Nama                               : Adryan P.T. Hutabarat
Nim                                  : 15.01.1208
Tingkat/Jurasan             : IIA/ Teologi
Mata Kuliah                   : PAK Kateketik Dewasa
Dosen                               : Dr. Setia Ulina Tarigan
KATEKETIKA
I.                   Pendahuluan
Pada pembahasan kita kali ini, kita akan membahas tentang Kateketik. Dimana Kateketik merupakan suatu pelayanan yang memang sudah lama di gunakan oleh Gereja. Semoga dari pembahasan kita tentang Kateketik ini akan lebih memahami apa itu Kateketik sebenarnya dan bagaimana lahirnya,tujuannya, tokohnya, dsb. Tuhan Yesus memberkati kita semua.
II.                Pembahasan
2.1.Pengertian Kateketik
 Kata kateketika atau katekisasi berasal dari  bahasa Yunani yaitu kathein yang diartikan pelajaran. Istilah ini sudah lama dipakai untuk pelajaran yang diberikan kepada siapa saja yang mau menerima dan mengakui iman Kristen. Secara sistematis ajaran Kristen dilayankan kepada orang yang disebut “katekumen”. Dengan mengikuti kateketika atau katekisasi ini, maka mereka akan mulai mengerti apa artinya menjadi Kristen.[1]
2.2.Latar Belakang Kateketik
Katekisasi gereja atau katekese gerejawi berasal dari Israel.[2] Keluarga adalah unit terkecil dalam persekutuan umat Tuhan yang menjadi wadah di mana pendidikan iman di tumbuhkembangkan. Setiap orangtua mempunyai kewajiban untuk mengkomunikasikan iman mereka dari nenek moyangnya kepada para keturunannya dari satu generasi ke generasi berikutnya tentang segala perbuatan Tuhan. Setiap umat israel mengungkapkan iman mereka berdasarkan pengakuan percaya (credo) mereka bahwa “Tuhan itu Allah kita, Tuhan iu Esa! Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ul. 6:4-6). Beberapa metode yang dipakai dalam proses mengkomunikasikan hal ini antara lain: memperhatikan, mengajar berulang-ulang, membicarakan, membuat tanda atau simbol. Proses mengkomunikasikan iman ini dilakukan oleh keluarga baik dirumah maupun diluar rumah.[3]
Sekitar permulaan abad pertama  rupanya telah ada “sekolah-sekolah” yang didirikan oleh jemaat-jemaat Yahudi, dimana anak-anak kecil (6-7) mendapatkan pengajaran dari guru-guru Torah. Maksud pengajaran ini bukanlah untuk memberitahukan umum kepada anak-anak, tetapi pengetahuan tentang Torah. Pengetahuan itu terdiri dari pembacaan dan penghafalan nats-nats Torah secara harafiah. Sesuai dengan itu sekolah dasar ini disebut “beth-ha-sefer” yang artinya rumah buku. Pengajaran yang tinggi diberikan dalam madrasah disebut “beth-ha-midrahshiy” artinya rumah pengajaran. Maksud pengajaran disini adalah bukan saja untuk membaca dan menghafal nats-nats Torah, tetapi unuk mengetahui maknanya. Pegajaran diatur menurut umur anak-anak. Pada umur (6-7) mulai dengan pengajaran “elementer” yaitu membaca nats-natas Torah. Kira kira pada umur 10 tahun mereka mulai dengan pengajaran yang sebenarnya (misyna). Dan umur 12-13 tahun mereka diwajibkan untuk menuruti seluruh syariat yahudi (mitswoth). Dan pada taraf ini anak laki-laki di anggap sebagai anak-anak syariat (bar-mitswa).[4]
2.3. Maksud dan Tujuan Katekisasi
Maksud kata Kateketika adalah ialah mengajarkan kebenaran –kebenaran pokok dari ajaran gereja kepada anggotanya, terutama kepada anak muda, memipin anggota gereja kedalam misteri-misteri yang kekal. Agar angota-angota gereja tahu apa yang harus mereka percayai, bagaimana mereka harus berpartisipasi dalam liturgia gereja, dan agar perasaan kegamaan mereka dikembangkan dan dengan jalan itu mereka dapat menjadio orang-orang kristen dalam arti sebenarnya.[5]
Selanjutnya kateketika  juga mempunyai tujuan untuk mendidik anak-anak muda mereka menjadi hamba –hamba Allah yang bertanggung jawab didalam dunia. Oleh tujuan ini mereka dibebaskan dari isolemen mereka (yang tertutup  dalam gereja) dan ditempatkan ditengah-tengah  dunia sebagai saksi dan pelayan Kristus. Akhirnya tujuan kateketika ialah juga: penyampaian pengetahuan tentang Allah dari generasi tentang keselamatan Allah yang diberitakan kepada kita yang ada didalam Alkitab juga harus disampaikan kepada semua orang dari generasi ke genarasi. Dalam pekerjaan ini kateketika mempunyai fungsi penting.[6]
2.4.Kateketik Menurut Para Tokoh
a.      Calvin
Mengatakan bahwa kateketika merupakan suatu pengajaran yang sangat penting dan harus didorong kuat oleh gereja itu sendiri. Di dalam kateketika ini gereja wajib membentangkan di hadapan mereka kebenaran  dan keindahan iman kristen tentang panggilan Tuhan.[7]
b.      Luther
Ia berpendapat bahwa kateketika ialah keluarga, orangtua yang berkewajiban mendidik anak-anak mereka menurut firman dan hukum-hukum Allah, dan membimbing mereka pada kristus, dan harus juga ditugaskan kepada sekoolah-sekolah untuk menyebarkan agama kristen.[8]
2.5.Sejarah Kateketika Pada Masa Reformasi
Pada tanggal 31 Oktober 1517, Martin Luther, tokoh utama reformasi, menempelkan ke-95 dalilnya di pintu gereja Wittenberg, yang dikenal sebagai hari lahirnya reformasi. Kemudian pada tahun 1529 Luther menulis Katekismus Besar dan Katekismus kecil.[9]Kemudian, sejak abad IV, lama-kelaman peraturan yang keras dan baik itu sudah mulai di kendorkan, karena agama kristen telah diizinkan bahkan dianakmaskan oleh kaisar-kaisar, sehingga beribu-ribu orang suka menjadi anggotanya. Semakin banyak orang mintak masuk, semakin lunak dan gampang syarat-syaratnya. Katekisasi sidi segera turun mutunya. Pemimpin-pemimpin jemaat menjadi imam dan sudah kurang bersifat Guru. Akhirnya pada abad pertengahan persiapan 3 tahun itu sudah susut menjadi persiapan selama 3 minggu saja. Gereja telah menjadi lembaga yang menyelanggarakan sakramen-sakramen, dan kurang mementingkan khotbah dan pengetahuan.sudah cukup jika anggota-anggotanya dapat menghafal sejumlah doa-doa dan tau menerima sakramen-sakramen menurut petunjuk-petunjuk Gereja. Barulah pada zaman reformasi pendidikan oleh Gereja mulai di perhatikan kembali dengan sebaik-baiknya. Para reformator itu menghendaki suatu umat kristen yang sadar dan mengetahui akan isi pengakuannya. Pendeta-pendetanya peratama-tama bukan pelaksanaan sakramen, melainkan pengkotbah dan pengajar. Alkitab di terjemahkan mereka ke bahasa daerah, supaya dapat diselidiki oleh sekalian anggota jemaat. Mereka mengarang buku-buku pelajaran berupa katekismus, yang dengan jalan soal-jawab menanamkan pengetahuan dan pengertian tentang Kitab Suci dan Iman Injili kedalam akal dan sanubari tiap-tiap orang Kristen. Bukan kaum pejabat saja, melainkan seluruh umat Tuhan harus dididik untuk menjadi mahir dalam perkara-perkara Kerajaan Allah.
Bukan lagi sakramen saja yang dijunjung sebagai pusat dan puncak kebaktian, melainkan pemberitaan Firman Tuhan. dan berkenaan dengan itu peraturan dan isi katekisasi juga diubah sama sekali. Sekarang tujuannya yang terutama ialah mengajar kaum muda mengenai jalan keselamatan yang benar dan panggilan tiap-tiap orang Kristen terhadap Gereja dan Masyarakat. Peneguhan sidi pun berubah sifatnya. Dalam Gereja Roma Katolik konirmasi itu masih tetap dianggap sebagai salah satu sakramen, yang dengan sendirinya mengerjakan Berkat Rohaninya dalam diri orang yang menerima, asal ia menerimanya dengan penuh hikmat dan percaya. Konfirmasi itu dilakukan mulai dari umur 7 tahun. Pembaru-pembaru Gereja membuat peneguhan atau konfirmasi itu menjadi suatu upacara yang indah, yang taat kepada pengakuan Iman dan janji-janji dari orang yang menamatkan pelajaran katekisasinya.[10]
Salah satu tokoh pada Zaman reformasi ialah Martin Luther. Martin Luther adalah putra sulung dari Hans Luther dan margaretha. Dia meraih gelar magister artes dari universitas Erfurt pada tahun 1505. Martin Luther juga meraih gelar doktor dalam bidang Alkitab. Marthin memulai pengalaman pendidikannya ketika berumur 7 tahun.[11] Luther mengingat bagaimana gurunya bertindak begitu keras atas diri pada pelajaranya. Keterampilannya mengajar pun amat minim, luther belajar  membaca, menulis, menghafal Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli oleh Gereja katolik roma.[12]
Perobahan atau atau pembaharuan yang dibawa oleh reformasi berlangsung di 3 bidang yaitu:
·         Isi katekese, katekismus-katekismus pada waktu zaman itu dibandingkan dengan buku-buku katekese dari abad-abad pertengahan nyata dengan jelas,bahwa isi katekismu-katekismu itu jauh lebih baik . hal itu di seabkan oleh tempat sentral,yang diberikan oleh reformasi kepada alkitab dalam katekese .
·         Ruang cakup katekese.Ruang cakup katekese pada waktu reformasi jauh kebih luas daripada ruang cakup katekese dalam abad – abad pertengahan . katekese hanya di batasi pada orang – orang yang berpindah dari agama kafir ke agama kristen . pada waktu reformasi katekese mencakup semua orang .sebab sebagai “imam”tiap-tiap orang percaya,menurut para reformator harus selengkap dan sebaik mungkin mengetahui kebenaran yang ia percayai.
·         Cara mempelajari bahan katekese. Dibidang ini reformasi berbeda dengan abad pertengahan. Dalam abad-abad pertengahan katekese umumnya terdiri dari menghafal bahan-bahan katekese,tanpa mengetahui artinya. Pada waktu reformasi hal ini berubah. Para reformator tidak setuju dengan hanya menghafal pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban dalam katekismus.[13]
2.6.Kateketik Menurut Alkitab[14]
a.      Katekhein
Kata atau istilah ini berati memberitakan, memberitahukan, mengajar, memberi pengajaran. (Kis 21:21; Kis 21:24; Kis 18:25; Luk 1:4; Rom 2 : 17-18; 1 Kor 14 :18; Gal 6:6) dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulakan bahwa katekhein itu mempunyai rupa-rupa arti. Arti mengajar lebih menonjol tetapi didalam pengertian bukan intelektualistis melainkan dalam pengertian praktis mengajar atau membimbing orang untuk melakukan apa yang diajarkan kepadanya.
b.      Didaskhein
Kata atau istilah ini berati ; mengajar dengan suatu tujuan tertentu yaitu mengajar supaya orang itu melakukan apa yang diajarkan kepadanya. (Mat 4: 23; Mat 26:25; 1 Tim 4:11; Kolose 1:28;  3:16) dalam ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Didaskein berarti terarah kepada seluruh manusia, besifat sangat praktis, karena yang paling penting ialah pemahaman dan penghayatan akan perbuatan Allah.
c.       Ginoskhein
Arti dasar dari istilah ini ialah: mengenal, belajar mengenal. Dalam dunia pemikiran yunani ginoskhein terutama bersifat intelektualistis dan dapat berarti: mengetahui sesuatu: mengetahi sesuatu berdasarkan pengalaman yang nyata (Ul. 11:2; Hos. 4:6; Rom. 1:28: 1Korint 10:5: Gal. 4:8-9: Yoh 17:3) kesimpulannya ialah bahwa kata ginoskhein berarti pengetahuan yang manusia peroleh tentang kehendak Alla karena pergaulan yang intim dengan Dia, dan yang menyatakan diri dalam suatu hidup yang taat kepadan-Nya.
d.      Manthanein
Kata atau istilah ini punya kaitan erat dengan “belajar”. Dari arti umum istilah inimengindikasikan suatu proses rohani, dimana orang mencapai seseuatu bagi dirinya untuk perkembangan kepribadiannya. (Mat 9:13; Ibr 5:7-8;Ef 4:20-32) kesimpulannya ialah bahwa manthanein adalah kata yang mengindikasikan sesuatu realitas, dimna terdapat suatu persekutuan yang tetap antara murid-murid dan yesus sebagai Tuhan yang hidup, yaitu Tuhan yang memanggil mereka untuk mengikuti-Nya, dan melakukan apa yang Ia ajarkan.
e.       Paideuein
Kata atau istilah ini erat kaitannya dengan kata “mendidik”, yang dimaksudkan dengan istilah ini adalah memberikan bimbingan kepada anak-anak, supaya mereka dapat menempati tempat mereka(Im19:2;20:26; 1 Tim 3:16-17; Titus 2:12;Ibr 12:17; 1 pet 2:9) kesimpulannya ialah dengan istilah ini mendidik dan membimbing anggota jemaat untuk belajar berjalan di jalan pengudusan dan tetap berada di jalan itu.
2.7. Sejarah Kateketika di Indonesia[15]
Sejarah telah menunjukkaan bahwa masuknya Kekristenan ke wilayah Nusantara terjadi di dalam dua periode. Pertama, era Pra-Sejarah Gereja di Indonesia Tahun 645-1930, setelah itu kedatangan mereka disusul oleh pengutusan Gereja Katolik di Indonesia Pada tahun 1511-1666. Selanjutnya terjadi penyebaran Kristen Protestan di Indonesia pada tahun 1605-1910. Kedua, era Sejarah Gereja di Indonesia sejak tahun 1930 hingga sekarang. Periode ini meliputi: (a) Gereja dan Pergerakan Nasional (1930-1941); (b) Gereja Pada Zaman Pendudukan Jepang (1942-1945); (c) Gereja Pada Perang Kemerdekaan (1945-1950); (d) Gereja yang bertumbuh(1950-sekarang).
Sampai tahun 1850 belum ada Gereja Sumatera dan Gereja Jawa. Tetapi pada masa itu pun ternyata lembaga pengutusan dari Amerika dan Jerman telah mempersiapkan pengiriman utusan terbaik mereka ke daerah yang masih tertutup dan masih ditemukan tempat praktik kanibalisme.
Pada kali ini kami penyaji akan memberikan satu contoh kisah tokoh kateketika saat masuk  ke Indonesia yaitu Francisus Xaverius di Maluku, begini kisahnya;
Franciskus (berkebangsaan Spanyol) adalah seorang imam Jesuit yang paling termasyur. Beliau dianggap sebagai utusan Katolik yang terbesar di sepanjang sejarah. Beliau melayani di Ambon, kemudian berlanjut ke Ternate dan Halmahera selama 15 bulan.
Di ternate, Xaverius menyelenggarakan dua jam pembelajaran agama Kristen setiap hari. Materi pelajarannya meliputi pokok-pokok iman Kristen, semisal Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa Kami, Salam Maria, Sepuluh Perintah Allah, dan lain-lain. Pengajaran Xaverius disampaikan kepada orang-orang Indonesia dalam bahasa Melayu pasar. Materi pembelajaran tersebut telah dipersiapkan sebelumnya tatkala beliau masih berada di Malaka.
Xaverius juga menyusun sejenis katekismus berbentuk syair-syair, yangh berisi penjelasan tentang Pengakuan Iman Rasuli (dalam dua bahasa: Portugis dan Melayu). Xaverius menyusunnya tatkala beliau melayani di Ternate.
2.8.Jenis-jenis Kateketika
2.8.1.      Kateketika Gereja
Gereja adalah suatu persekutuan yang berbeda dengan kelompok manapun, dimana orang didalamnya beraksi, bersekutu dan melayani.[16] Alkitab jelas menyaksikan bahwa orang Kristen tidak dipanggil menjadi orang Kristen sendiri. Kekristenan selalu punya dimensi kebersamaan. Orang-orang percaya dipanggil untuk bersekutu dan itulah Gereja. Dengan demikian gereja diartikan sebagai persekutuan orang percaya. Itulah sebabnya gereja sering digambarkan sebagai tubuh Kristus. Dalam suatu persekutuan Iman seharusnya ada tradisi kepercayaan yang sama serta pemahaman dan cara hidup yang sama.[17] Tugas dan panggilan gerja yang pertama dan utama adalah” Memberitakan Injil Yesus Kristus” kepada seluruh dunia dan seluruh mahluk didalamnya. Pemberitaan itu dilakukan dalam 3 aspek yakni: Koinonia (Persekutuan), Marturia (Kesaksian) dan Diakonia (Pelayanan). Karena itu, Gerejayang tidak memperhatikan Katekisasi bukanlah Gereja dalam arti sesungguhnya.[18] Pelayanan dan tugas-tugas yang paling penting terhadap jemaat diantaranya ialah:
1.      Menunjukan atau mengangkat pemimpin-pemimpin Katekisasi yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh majelis jemaat disamping pendeta jemaat.
2.      Membangunkan para orang tua melalui “Warta Jemaat” atau kunjungan rumah tangga, supaya mereka menyuruh anak-anak mereka mengikuti Katekisasi.
3.      Mengadakan pertemuan dengan para orang tua dan pemimpin-pemimpin katekisasi (Termasuk Pendeta Jemaat) untuk membicarakan kesulitan-kesulitan yang mereka temui dalam penuaian tugas mereka masing-masing.
4.      Mengawasi pelaksanaan Katekisasi, supaya berlangsung sesuai dengan apayang telah direncanakan.[19]
2.8.2.      Kateketika Sekolah
Sekolah adalah lingkungan dimana anak-anak dari setiap generasi diajarkan mengenai apayang diharapkan dan dituntut oleh suatu kebudayaan. Sekolah memperoleh seluruh mutu kehidupan masyarakat. Jika kehidupan masyarakat itu penuh dan hidup, maka sekolah-sekolah pun akan hidup. Jika masyarakat lemah dan miskin, maka sekolah-sekolahnyapun akan terbatas pula.Kebutuhan dan keinginan,harapan dan ketakutan, ketegangan dan penegasan dari masyarakat di sekolah-sekolahnya. Bilamana sekolah-sekolah mengikuti keprihatinan masyarakatnya, maka mereka akan menyiapkan anak-anak untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat tersebut.[20]
Sekitar permulaan abad pertama rupanya telah ada “sekolah-sekolah”, yang didirikan oleh jemaat-jemaat yahudi, dimana anak-anak kecil mendapat pengajaran-pengajaran dari guru-guru thorah. Maksud pengajaran ini adalah untuk memberikan pengetahuan umum pada anak-anak, tetapi pengetahuan tentang thorah, yakni membaca, menghapal, dan belajar pengetahuan arti dan makna thorah. Dalam Perjanjian Baru kita membaca, bahwa mengajar dalam “Rumah-rumah ibadah” merupakan suatu kebiasaan lama pada hari sabat. Mereka mempelajari dalam pengajaran katakese perjanjian baru bahan tradisional dari katakese gereja, yang hujaterdiri dari empat bagian yaitu: pengakuan iman, doa, dasa firman, dan sakramen-sakramen.
2.8.3.      Kateketika Keluarga
Keluarga adalah sebagai lambang sosial. Keluarga itu terdiri dari peribadi-peribadi, tetapi merupakan bagian dari jaringan sosial yang lebih besar.[21] Sejauh ini pembicaraan keluarga pada umumnya dikaitkan dengan pendidikan anak, yang dimaksudkan dalam bagian ini adalah bahwa keluarga itu merupakan setting pertama dan utama dari pak, tetapi sesungguhnya seluruh anggota keluarga dapat saling belajar dari yang lain melalui interaksi satu sama lain,[22]karena itu keluarga pada dasarnya membutuhkan suatu lingkungan yang didalamnya setiap anggota keluarga mengembangkan potensi secara penuh,karena setiap anggota keluarga tersebut dibuat menurut gambar Allah.[23] Oleh karena itu orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anaknya dan dapat dilihat secara logis dari kepercayaan, bahwa anak-anak adalah karunia Tuhan melalui orang tua dan dari tangan orang tualah tugas pendidikan itu diberikan.[24] sehingga pada dasarnya orang tua membentuk suatu pelayanan dalam keluarga untuk mendidik anak-anak didalam kasih Tuhan antara lain adalah:
·         Pelayanan Kristen dalam keluarga
·         Suasana Rumah Tangga
·         Keluarga Kristen menjadi Gereja mini
·         Kekuatan Rohani bagi keluarga Kristen
Di dalam Perjanjian Lama yang dimana yang telah ditulis oleh Amsal Salomo, sangat kuat sekali kesan tentang tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anaknya. Misalnya dalam Amsal 1:8 “Hai anakku, dengarkanlah didikan Ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran Ibumu”. Ajakan seperti itu berkali kali kita temui dalam kitab Amsal. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, meskipun tidak terlau banyak, Paulus memperingatkan dengan tegas kepada para Ayah untuk mendidik anak-anak mereka dalam ajaran dan nasehat Tuhan (Ef 6:1-4).[25]
III.             Kesimpulan
Dari penjelasan tersebut dapat saya simpulkan bahwa katekese adalah suatu bentuk pembinaan iman kepada warga gereja. Katekese dapat diartikan sebagai mewartakan injil kepada orang lain yang belum mengenal Yesus, dengan tujuan agar orang tersebut bertobat dan menyatakan pengakuan iman akan Yesus dan Komunikasi iman yang berlangsung dalam rangka persekutuan iman. Katekese sudah ada di gereja mula-mula dengan periode ini katekese gerejawi masih sangat sederhana. Namun seiring berjalan waktu katekese mengalami perubahan mulai dari dipakainya salah satu katekismus yang dipakai jemaat purba yakni dikenal dengan didakhe (ajaran keduabelas rasul),berkembang bentuk-bentuk tertentu sebagai katekumenat, namun seiring berjalannya waktu ada yang berkembang dalam katekese namun ada juga yang berkurang sampai saat ini seperti pengajar dan waktu pengajranuntuk orang yang belajar katekese yang dahulu adalah dengan waktu selama 3 tahun.

IV.             Daftar Pustaka
Daniel Nurmahara, Pembimbing PAK, Bandung: Jurnal Info Media, 2007
Daniel stefanus, Sejarah PAK, Bandung: Bina Media Informasi, 2009
DR. Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Indonesia, Bandung: BIJI SESAWI, 2014
E. G. Homrighausen & I.H. Enklaar,  Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2012
F. C. Lawieer, Kateketika, Jakarta: Dapertemen Agama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan, 1998
G. Riemer, Ajarlah Mereka, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1998
Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1995
J. L. CH. Abineno,Sekitar Katekese Gerejawi, Jakarta:BPK-GM, 2002
Martin Luther, Katekismus Besar, Jakarta BPK-GM, 2011
R. J. Porter, Katekisasi Masa Kini, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 2000
Robeth. R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan  Praktek  Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato Sampai IG, Jakarta:BPK GM, 1998



[1] R. J. Porter, Katekisasi Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 2000),1
[2] J. L. Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi,(Jakarta BPK-GM, 2005), 1
[3] G. Riemer, Ajarlah Mereka, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1998),50
[4] J. L. Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 12
[5] F. C. Lawieer, Kateketika,  (Jakarta: Dapertemen Agama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan, 1998),33
[6]  J. L. Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, 100
[7] E. G. Homrighausen & I.H. Enklaar,  Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2012),109-110
[8] Martin Luther, Katekismus Besar, (Jakarta BPK-GM, 2011), 1
[9]G. Riemer, Ajarlah Mereka Pedoman Ilmu Katkese, 71
[10]E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar Pendidikan Agama Kristen, 107-108
[11]Daniel stefanus, Sejarah PAK (Bandung: Bina Media Informasi, 2009)73
[12]Robeth. R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan  Praktek  Pendidikan Agama Kristen: Dari                 Plato Sampai IG, (Jakarta:BPK GM, 1998), 308

[13]J. L. ChAlbineno , sekitar katekese Gerejawi, (Jakarta: BPK GM,2005) 39-46.
[14] F. C. Lawieer, Kateketika,  (Jakarta: Dapertemen Agama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan, 1998), 18-19
[15]DR. Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Indonesia, (Bandung: BIJI SESAWI, 2014)
[16] Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen, 1
[17] Daniel Nurmahara, Pembimbing PAK, 68-70
[18] F, C Lewier, Materi Katekatika, 28
[19] J. L. CH. Abineno,Sekitar Katekese Gerejawi, 102-103
[20] Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen, 2
[21] Tri Astuti E. Relmarisa & Luis Ubara, Pendidikan Agama Kristen Remaja, 78
[22] Daniel Nurmahara, Pembimbing PAK, 57
[23] Tri Astuti E. Relmarisa & Luis Ubara, Pendidikan Agama Kristen Remaja, 80
[24] Daniel Nurmahara, Pembimbing PAK, 60
[25] Daniel Nurmahara, Pembimbing PAK, 59

Komentar

  1. Salam Mahasiswa
    Adryan Hutabarat
    Nim : 15.01.1208
    GKPI-STT Abdi Sabda-MedanHelvetia

    Menjuah-juah, Njuah-juah,Yahowu, Horas !!!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafsiran (Kejadian 6 : 4-8) Metode Historis Kristis

Contoh Undangan Gereja